Perkembangan Kognitif Pada Remaja
Perkembangan kognitif adalah perubahan
kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Piaget (dalam
Papalia & Olds, 2001) mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi
kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan
lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja
untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai
tahap operasi formal (dalam Papalia & Olds, 2001).
Menurut teori tahapan Piaget, setiap individu
akan melewati serangkaian perubahan kualitatif yang bersifat invariant, selalu
tetap, tidak melompat atau mundur. Jean Piaget (1896-1980) mengemukakan bahwa
ada empat tahap perkembangan kognitif manusia, yaitu:
1. Tahap sensorimotor berlangsung sejak lahir
hingga usia 2 tahun
2. Tahap praoperasional berlangsung dari usia 2
hingga 7 tahun
3. Tahap operasional konkret pada usia 7 hingga
11 tahun
4. Tahap operasional formal yang berlangsung pada
masa remaja, usia 11 hingga 15 tahun dan terus berlanjut sampai remaja mencapai masa
tenang atau dewasa.
Menginjak masa puber, seorang remaja
akan mengalami perkembangan kognitif atau kemampuan berpikir. Perkembangan
kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan
kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan
operasi formal (period of formal operations). Idealnya, seorang remaja sudah
mempunyai pola pikir sendiri. Di antaranya yang bisa digambarkan yaitu:
1.
Mulai bisa berpikir logis tentang suatu gagasan yang abstrak
2.
Mulai bisa membuat rencana, strategi, membuat keputusan, memecahkan
masalah serta mulai memikirkan masa depan
3.
Muncul kemampuan nalar secara ilmiah dan belajar menguji hipotesis
atau permasalahan
4.
Belajar berinstropeksi diri
5.
Wawasan berpikirnya semakin luas, bisa meliputi agama, keadilan,
moralitas, jati diri atau identitas
Para remaja tidak lagi menerima
informasi apa adanya, tapi juga akan mengadaptas informasi tersebut dengan
pemikirannya sendiri. Namun pada kenyataannya, di negara-negara berkembang
(termasuk Indonesia), masih banyak sekali remaja (bahkan orang dewasa juga lho)
yang belum mampu berpikir dewasa. Sebagian masih memiliki pola pikir yang
sangat sederhana. Hal ini terjadi karena sistem pendidikan di Indonesia banyak
menggunakan metode belajar mengajar satu arah atau ceramah, sehingga daya
kritis belajar seorang anak kurang terasah. Bisa juga pola asuh orang tua yang
cenderung masih memperlakukan remaja seperti anak-anak sehingga mereka tidak
punya keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usianya.
Seharusnya seorang remaja harus
sudah mencapai tahap perkembangan pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus
sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis
masalah dan mencari solusi terbaik.
Tahap Perkembangan Kognitif Remaja
Perkembangan kognitif remaja membahas tentang perkembangan remaja
dalam berfikir (proses kognisi/proses mengetahui ). Menurut J.J. Piaget, remaja
berada pada tahap operasi formal, yaitu tahap berfikir yang dicirikan dengan
kemampuan berfikir secara hipotetis, logis, abstrak, dan ilmiah. Pada usia
remaja, operasi-operasi berpikir tidak lagi terbatas pada obyek-obyek konkrit
seperti usia sebelumnya, tetapi dapat pula dilakukan pada proposisi verbal
(yang bersifat abstrak) dan kondisi hipotetik (yang bersifat abstrak dan
logis).
Kemampuan Kognitif Remaja
Kemampuan Kognitif Remaja
Berbagai penelitian selama dua puluh tahun terakhir dengan
menggunakan berbagai pandangan teori juga menemukan gambaran yang konsisten
dengan teori Piaget yang menyimpulkan bahwa remaja merupakan suatu periode
dimana seseorang mulai berfikir secara abstrak dan logik (Carlson, Derry,
Fouad, Jacobs, Krieg, & Peterson, 1999). Berbagai
penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang konsisten antara kemampuan
kognitif anak-anak dan remaja. Dibandingkan anak-anak, remaja memiliki
kemampuan lebih baik dalam berfikir hipotetis dan logis. Remaja juga lebih
mampu memikirkan beberapa hal sekaligus - bukan hanya satu - dalam satu saat
dan konsep-konsep abstrak (Keating, dalam Carlson, dkk., 1999). Menurut Nettle
(2001), remaja juga dapat berfikir tentang proses berfikirnya sendiri, serta
dapat memikirkan hal-hal yang tidak nyata - sebagaimana hal-hal yang nyata -
untuk menyusun hipotesa atau dugaan.
Faktor Perkembangan Kognitif Remaja
Menurut pandangan teori pemrosesan informasi, kemampuan berfikir
pada usia remaja disebabkan oleh meningkatnya ketersediaan sumberdaya kognitif
(cognitive resource). Peningkatan ini disebabkan oleh automaticity atau
kecepatan pemrosesan (Case; Keating & MacLean; dalam Carlson, dkk. 1999);
pengetahuan lintas bidang yang makin luas (Case, dalam Carlson, dkk. 1999);
meningkatnya kemampuan dalam menggabungkan informasi abstrak dan menggunakan
argumen-argumen logis (Moshman & Frank, dalam Carlson, dkk., 1999); serta
makin banyaknya strategi yang dimiliki dalam mendapatkan dan menggunakan informasi
(Carlson, dkk., 1999).
Walaupun cara berfikir kelompok remaja (usia 11 tahun ke atas)
berbeda dengan anak usia 7 – 11 tahun, akan tetapi bila ditelaah lebih jauh, di
antara para remaja sendiri sering ditemukan perbedaan (Seifert dan Hoffnung,
1987). Perbedaan tersebut, menururt Torgesen (dalam Collins, dkk., 2001),
terjadi antara lain karena faktor penggunaan strategi kognitif yang dimiliki oleh
masing-masing individu.
Perkembangan Bahasa Remaja
Bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah sistem lambang bunyi yang Arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota
suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.
Kemampuan berbahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, pikiran dan
perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan suatu
pengertian seperti dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan,
lukisan dan mimik muka.
Berdasarkan hasil penelitian, para ahli
psikologi perkembangan mendefinisikan perkembangan bahasa sebagai kemampuan
individu dalam menguasai kosakata, ucapan, gramatikal dan etika pengucapannya
dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan perkembangan umur kronologisnya.
Karena perbandingan umur kronologis dengan kemampuan berbahasa individu
menunjukkan perkembangan bahasanya.
Hubungan Kemampuan Berbahasa dengan Kemampuan Berpikir
Pemikiran para ahli tentang proses berfikir :
1.
ProsesØ berfikir merupakan pemrosesan informasi yang berlangsung selama munculnya
rangsangan sampai munculnya respon/tanggapan. (Morgan, 1989).
2.
Pada setiapØ individu, mereka berfikir dengan menggunakan simbol –
simbol yang memiliki makna atau arti tertentu.(Glover, 1987).
3.
Aktivitas berfikir
individu sebenarnyaØ dibantu dengan menggunakan simbol – simbol verbal dan hukum tata bahasa
untuk menggabungkan kata – kata menjadi suatu kalimat yang bermakna. (Morgan,
1980).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa
Ada beberapa aliran yang memiliki pandangan tentang
perkembangan bahasa seseorang. Berikut adalah penjabarannya :
1.
Aliran Nativisme
Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan bahasa seseorang ditentukan oleh faktor-faktor bawaan sejak lahir yang ditentukan oleh orang tuanya. Hal ini berarti, jika kemampuan bahasa orang tuanya baik dan cepat, maka sang anak juga memiliki kemampuan bahasa yang baik dan cepat, begitu sebaliknya.
Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan bahasa seseorang ditentukan oleh faktor-faktor bawaan sejak lahir yang ditentukan oleh orang tuanya. Hal ini berarti, jika kemampuan bahasa orang tuanya baik dan cepat, maka sang anak juga memiliki kemampuan bahasa yang baik dan cepat, begitu sebaliknya.
2.
Aliran Empirisme atau Behaviorisme
Aliran ini berpandangan sebaliknya, bahwa perkembangan bahasa seseorang tidak ditentukan oleh faktor bawaan melainkan ditentukan oleh proses belajar dari lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini jika kemampuan bahasa orang tuanya kurang baik dan lambat namun proses stimulasi dan proses belajar dilakukan secara intensif dengan lingkunagan berbahasa secara baik dan cepat, maka kemampuan berbahasa anak menjadi baik dan cepat.
Aliran ini berpandangan sebaliknya, bahwa perkembangan bahasa seseorang tidak ditentukan oleh faktor bawaan melainkan ditentukan oleh proses belajar dari lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini jika kemampuan bahasa orang tuanya kurang baik dan lambat namun proses stimulasi dan proses belajar dilakukan secara intensif dengan lingkunagan berbahasa secara baik dan cepat, maka kemampuan berbahasa anak menjadi baik dan cepat.
3.
Aliran konvergensi
Aliran ini mengajukan pandangan yang merupakan kolaborasi antara faktor bawaan dan pengaruh lingkungan. Faktor bawaan yang kuat pengaruhnya terhadap perkembangan bahasa seseorang adalah aspek kognitif. Sedangkan faktor lingkungan juga sangan berpengaruh yakni besarnya kesempatan yang diperoleh dari lingkungan.
Aliran ini mengajukan pandangan yang merupakan kolaborasi antara faktor bawaan dan pengaruh lingkungan. Faktor bawaan yang kuat pengaruhnya terhadap perkembangan bahasa seseorang adalah aspek kognitif. Sedangkan faktor lingkungan juga sangan berpengaruh yakni besarnya kesempatan yang diperoleh dari lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar