ETIKA DALAM PEMERIKSAAN PSIKOLOGIS
KODE ETIK : kumpulan
asas/nilai yg mengatur TL moral klpk profesi
b’dsrkan ketentuan tertulis
utk melindungi klpk profesi &
msyrkt.
Masalah
etika dlm pemeriksaan psikologis berhubungan erat dg etika bid.
psikologi pd umumnya. Spt telah diketahui bahwa tes psikologi hanya
sebagai alat, ini tdk akan berguna bila digunakan oleh org yg tdk ahli dlm
menggunakannya. Di Ind
mslh kode etik psikologi blm memiliki kekuatan yuridis formal, namun sdh ada
konsensus diantara ahli psikologi. Ditinjau dr segi penyelenggaraannya tdpt bbrp perbedaan kewenangan
& kompetensi yg kadang2 mengaburkan arti etika pemeriksaan psikologis krn
seolah2 tdp kelonggaran penyelenggaraan utk jns2 kasus ttt. Yg
mjd permasalahan dlm etika pemeriksaan psikologis umumnya mencakup hal
berikut ini:
A. siapa yg berhak melakukan diagnosa
psikologis (menyelenggarakan
& menginterpretasikan tes psikologis)
B. siapa yg bertanggung jwb utk mengamankan
aparat tes
(termasuk masalah penggandaannya, pendistribusiannya,
dsb)
C. bgmn sehrsnya seorg diagnostikus
bersikap & bertingkah
laku dlm menegakkan suatu diagnosa psikologis
A. SIAPA YG BERHAK
MELAKUKAN DIAGNOSA PSIKOLOGIS
Tes psikologi dpt dilakukan oleh ahli
psikologi & org yg mendpt
pelatihan & pddkn khusus (yi administrator tes yg ttp hrs berada dibwh
supervisi ahli), ttp ada pula alat pemeriksaan yg hanya dpt dilaksanakan
oleh ahli yg bnr2 kompeten
& mendpt pddkn khusus (mis : tes proyektif). Ditinjau dr segi
penggunaannya, diagnosa psikologis & penyelenggaraannya dpt dikelompokkan
sbb :
1. diagnosa
utk keperluan pelatihan/pddknàdiselenggarakan khusus utk bid.pddkn psikologi utk memperoleh
ketrampilan diagnostik (tujuannya utk lebih sekedar tahu & dpt melaksanakan
ttp lebih drpd itu)
2. diagnosa
mengenai prestasi bljràtujuannya utk melihat sejauh mana penyelenggaraan pddkn
telah mencapai hsl spt yg diharapkan. Utk itu perlu pengujian mllui seperangkat
tes prestasi (para pddk dpt merancang & menggunakannya, ttpi bila dlm hslnya
menemukan gejala kelainan/penyimpangan mk sebaiknya dirujuk pd ahli yg
berwenang)
3. diagnosa
dgn menggunakan tes psikologisàhanya dpt dilaksanakan oleh ahli psikologi/org yg mendapat
pddkn & pelatihan khusus. Manfaat tes psikologis sbg alat
diagnostik akan sgt tergantung pd siapa
yg menggunakan & bgmn tes tsb digunakan
Kouwer membatasi kewenangan
menyelenggarakan tes psikologis
berdsrkan 3 fungsi pemeriksaan psikologis, yi :
1. pemeriksaan dgn
tujuan memprediksiàsyarat
utamanya adlh penyelenggaraan yg esak & terkontrol. Pd
prinsipnya penyelenggaraan tes dpt dilakukan oleh administrator tes, namun
interpretasinya sebaiknya
dilakukan oleh ahli
2. pemeriksaan dgn
tujuan mendeskripsikanànilai
utama tes ini terletak sepenuhnya pd interpretasi (analisis psikologis ttg
hasil tes). OKI syarat utamanya
adlh menguasai sepenuhnya teori kepribadian
& arti diagnostik dr material tes yg digunakan. OKI hanya
ahli psikologis yg paling kompeten
dlm menyelenggarakan tes
3. pemeriksaan dgn
tujuan terapiàsyarat
utk memakai material tes dlm tujuan ini hrs dilatarbelakangi oleh
pengetahuan psikologi yg khusus &
pengetahuan ttg terapi. Utk dpt berhasil dlm mencapai tujuan tes,
ahli terapi hrs mengerti scr mendalam
ttg arti, syarat2, & sifat2 materi tes
B. SIAPA YG BERTANGGUNG
JWB UTK MENGAMANKAN APARAT
TES
Pekerjaan
mengkonstruksikan suatu tes psikologis bkn hal yg mudah, OKI tes yg
tlh terkonstruksi dgn baik manfaat diagnostiknya telah terbukti hrs dijaga
keobjektivitasannya. Ethical
Standards of Psychologist dari APA (Croncach, 1969) menguraikan 3 jns level
dilihat dr kompleksitasnya utk diamankan
keobjektifannya.
1. Level A yi
tes yg dpt dilaksanakan oleh administrator tes (dgn menggunakan
bimbingan manual dlm
administrasi,
skoring & interpretasinya), cth : tes prestasi sekolah &
tes vokasional
2. Level B tes
yg mempersyaratkan peng. ttg konstruksi tes, termasuk peng. ttg
statistik, individual differences, psikologi industri, bimbingan, dsb. Jd
tes ini dpt dilaksanakan
oleh mereka yg telah mendptkan pelatihan
khusus & memiliki kemampuan ttg psikologi, cth : tes intelegensi
umum, tes bakat, minat, & tes kepribadian
dgn teknik inventori.
3. Level C tes
yg menuntut kemp. khusus & mendlm dlm penyelenggaraannya
mllui supervisi yg ketat dr seorg ahli
psikologi. Jd hanya dpt dilakukan oleh org yg memiliki sertifikat
bid. psikologi (org yg mencapai gelar master/memiliki diploma profesi), cth :
adl tes intelegensi
utk penggunaan klinis & tes kepribadian
C. BGMN SEHRSNYA SORG
DIAGNOSTIKUS BERSIKAP &
BERTL DLM SUATU PEMERIKSAAN PSIKOLOGIS
Hal ini menyangkut etik pengetesan,
relsi antar pemeriksa &
subjek yg diperiksa mllui suatu good raport. Kouwer memberi gambaran ttg
sikap & TL pemeriksa dlm pemeriksaan
psikologis mllui bahasan fungsi & tujuan tes. Scr ringkas hal itu dpt
diuraikan sbb:
1. etika dlm tes
meramalkan/prediksi
·
tes
dibatasi pd aspek yg dpt dikuantifikasikan
·
yg
diukur bkn kliennya ttp fakta objektif yg berkaitan dgn klien (klien berada
diluar hsl objektif yg dihasilkan
alat tes)
·
sikap
pemeriksa sgt teknis, praktis & pragmatis dlm membahas hsl
·
hsl
bahasan hrs rasional (aspek emosional tdk dilibatkan)
2. Etika dlm tes
mendeskripsikan
·
persyaratan
etika tes meramalkan jg TL
·
yg
diperhatikan adlh karakter, sifat khas dr klien yg dianggap sbg sebab dr
Tlnya
·
pemeriksa
memberi advice ssui hsl pemeriksaan & sesuai dgn norma yg berlaku
·
pendapat
pribadi adl sentral shg pemeriksa tdk melakukan pendekatan teknik ttp mencari penyelesaian yg menurut
dirinya baik
3. Etika dlm tes
mendapakan insight
·
pemeriksa
tdk boleh mengambil sebagian dr problematik
klien
·
tdk
boleh mengambil/mengambil alih tanggung jwb problematik klien
·
pemeriksa
memiliki pandangan bhw subjek dpt memecahkan
persoalannya sendiri serta bertanggung jwb atas alternatif pemecahan mslh yg
dipilihnya
·
pertolongan
yg diberikan pemeriksa hanya terbatas pd pemberian kemungkinan utk suatu
problem solving
Pd dsrnya hub. antara klien &
psikolog adlh hub. antar mns yg saling
menhormati, menjaga, & menghargai OKI (Suryabrata, 1971) menyimpulkan bbrp
sikap hub. sbb:
1. tdk mengganggap sbjk sbg penderita yg
memerlukan pertolongan,
melainkan sbg mns yg memiliki harga diri, keinginan & jg
menghargai latar blkng agama, politik, & ling.sosialnya
2. menjaga rahasia pribadi sbjk
3. membuat diagnosa dgn penuh hati2
4. dgn penuh simpati berusaha memahami
kesulitan2 sbj
5. menciptakan rasa aman bg sbj yg
diperiksa slm pemeriksaan
berlangsung
D. SYARAT UTK MEMBENTUK
KEMAMPUAN & KETRAMPILAN
PSIKODIAGNOSTIK
Melalui kemp. & ketrampilan
diagnostik yg dpt dikembangkan
melalui pelatihan yg efektif & intensif diharapkan pemeriksa
dpt terus menumbuhkan potensinya dlm
proses diagnostik. Kerjasama
yg baik antara pemeriksa & individu yg diperiksa sgt utama dlm
psikodiagnostik agar pemeriksaan psikologi
dpt berhasil & ssui dgn tujuannya. OKI dibutuhkan kemp. & ketrampilan
diagnostik sbb:
1. mampu menjalin rapport, yi membangkitkan
minat sbj
utk mau & dpt bekerjasama. OKI, pemeriksa hrs berusaha menciptakan
suasana pemeriksaan yg menyenagkan,
akrab, aman bg sbj yg diperiksa
2. mampu berempati, yi memahami perasaan
& kebutuhan
org lain
3. membangun impresi yg tepat
4. memiliki kematangan/kedewasaan pribadi,
artinya secara
profesional pemeriksa bersikap dewasa dlm menjalin relasi dgn
subjek
5. mampu bersikap kritis (apa yg dikatakan
sbj tdk diterima
& diserap begitu sj, ttp hrs dianalisa scr kritis sblm ditarik
kesimpulan ttg sbj tsb)
6. memiliki wawasan yg luas (cara
menginterpretasikan data
sbj dilakukan dr bbgi sudut pandang mengingat perilaku mns sangat
kompleks)
7. memiliki kepekaan sensitivitas persepsi
(dpt melihat &
memahami perasaan & pikiran sbj serta peka thd gejala yg dimunculkan
sbj)
8. mampu membentuk penyesuaian diri
(pemeriksa hrs mampu
menyimpan problemnya sendiri dgn cara yg konstruktif)
9. mampu mengevaluasi diri demi efektivitas (menyadari tanggung
jwbnya thd klien shg ia lebih dulu
perlu memahami dirinya sendiriàmengetahui kelemahan &
potensinya utk dpt menolong individu lain scr efektif)
Selain
itu, Sundberg menguraikan bbrp kemp. & ket. Yg diperlukan dlm proses
diagnostik, yi:
1. mengetahui scr jls tujuan dr assesment
2. assesmen adlh kejadian interpersonal dlm
suatu konteks
sosial, OKI semua observasi hrs diinterpretasikan
sbg sampel dlm konteks ttt
3. dlm assesment kepribadian, mula2
pemeriksa scr cepat meneliti
mslh & situasi hidup sbj utk kmdn scr lebih rinci meneliti area2
lain yg ssui dgn tujuan pemeriksaan
4. pemeriksa hrs peka thd latar blkg
budaya, sosial, etnis dirinya,
OL, maupun pengaruh hal2 tsb dlm proses pemeriksaan
5. pemeriksa memanfaatkan prosedur
pemeriksaan yg baku
(mendayagunakan sgl peng. ttg pemeriksaan yg baku & objektif)
6. dlm mengumpulkan informasi baru ttg sbj,
pemeriksa hrs
membatasi jml data krn yg penting bkn kuantitas/bnyknya data, melainkan
ketepatan (kualitas) data
dlm relevansinya dgn tujuan pemeriksaan
7. pemeriksa tdk melakukan
spekulasi/lompatan prosedur tak
logis dlm menginterpretasikan & menarik kesimpulan dr data yg
diperoleh krn resiko & tanggung jwb etiknya amat berat slm hal tsb
menyangkut kehidupan
ind
8. scr umum pemeriksa hrs menguasai bbrp
teori kepribadian
utk mjd landasan dlm menganalisis sbj yg diperiksa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar