Selasa, 27 Oktober 2015

GANGGUAN MASA ANAK-ANAK, LANSIA serta Dimensi Etika Dan Hukum Dalam Memori Yang Pulih



GANGGUAN DI MASA ANAK ANAK

A.    Klasifikasi Gangguan Di Masa Anak-Anak

·         Gangguan pemusatan perhatian

Salah satu gangguan eksternalisasi adalah gangguan pemusatan perhatian yang disebut dengan hiperaktivitas (ADHD).
Karakteristiknya anak tersebut selalu melakukan aktifitas seperti:
1.      Selalu bergerak
2.      Mengetuk-ngetukan jari
3.      Menggoyang-goyangkan kaki
4.      Mendorong tubuh anak lain tanpa alas an yang jelas
5.      Berbicara tanpa henti
6.      Bergerak gelisah
7.      Sulit berkonsentrasi pada tugas
Anak anak yang mengalami ADHD tampak mengalami kesulitan untuk mengendalikan aktivitas mereka dalam berbagai situasi yang menghendaki mereka duduk tenang seperti di dalam kelas dan saat makan. Mreka terdisorganisasi, eratik, tidak berperasaan, keras kepala dan bossy. Aktivitas dan gerakan mereka tampak tidak teratur dan tidak terarah serta cendrung berprilaku agresif. ADHD lebih berhubungan dengan perilaku tidak mengerjakan tugas di sekolah, klemahan kognitif dan rendahnya prestasi, dan prognosis jangka panjang lebih baik.

Ada tiga kategori sintom-sintom ADHD
1.      Tipe predominan inatentif, masalah utamanya adalah rendahnya konsentrasi.
2.      Tipe predominan hiperaktif-implusif, diakibatkan oleh prilaku hiperaktif implusif
3.      Tipe kombinasi, yaitu anak-anak yang mengalami kedua rangkaian masalah diatas. Tipe ini paling banyak dialami oleh anak-anak ADHD.

Teori psikologis ADHD, Bruno Bettelheim 1973
Menyatakan bahwa hiperaktivitas terjadi bila suatu predisposisi terhadap gangguan tersebut dipasangkan dengan pola asung orang tua yang otoritarian.

Penanganan ADHD
1.      Dengan obat stimulant, metilfenidat atau Ritalin, amfetamin, adderal, pemolin, atau cylert.
2.      Penanganan psikologis, mencakup pelatihan bagi orang tua da perubahan manajemen kelas berdasarkan prinsip-prinsip pengondisian operan.

·         Gangguan tingkah laku
Merupakan gangguan utama lain dalam kelompok gangguan eksternalisasi.

Tipe perilaku yang dianggap sebagai sintom adalah:
1.      Agresi dan kekejian terhadap orang lain dan hewan
2.      Merusak kepemilikan
3.      Berbohong dan mencuri
Gangguan tingkah laku merujuk berbagai tindakan yang kasar dan sering dilakukan jauh melampaui kenakalan dan tipuan praktis yang umum dilakukan anak-anak dan remaja.

Kriteria gangguan tingkah laku dalam DSM-V-TR
1.      Pola perilaku yang berulang dan tetap yang melanggar hak-hak dasar orang lain atau norma-norma sosial konvensional yang terwujud dalam bentuk tiga atau lebih perilaku berikut
a.       Agresi terhadap orang lain dan hewan, termasuk pemaksaan seksual
b.      Menghancurkan kepemilikan (property)
c.       Berbohong atau mencuri
d.      Melanggar aturan yang serius
2.      Disabilitas signifikan dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan
3.      Jika yang bersangkutan berusia lebih 18 tahun, kriteria yang ada tidak memenuhi gangguan kepribadian antisocial.

Faktor resiko gangguan tingkah laku
1.      Faktor biologis, berkaitan dengan gen
2.      Faktor psikologis, menyangkut proses perkembangan, seperti pewrkembangan kesadaran moral, perkembangan naluri mengenai yang benar dan yang salah, perkembangan kemampuan, keinginan untuk mentaati nilai dan norma.

Penanganan gangguan tingkah laku
1.      Intervensi keluarga, mencangkup pelatihan manajemen pola asuh (PMP), di sisni orang tua diajari untuk mengubah berbagai respon terhadap anak-anak mereka sehingga berperilaku prososial dan dihargai secara konsisten.
2.      Enangan multisistemik, (PMS), mencangkup pemberian berbagai terapi intensif dan komprehensif di dalam komunitas dengan menargentkan para remaja, keluarga, sekolah, dan kelompok sebaya.

B.     Disabilitas Belajar

Merajuk kepada kondisi tidak memadainya perkembangan dalam suatu bidang akademik tertentu, bahasa, berbicara, atau keterampilan motorik yang tidak disebabkan oleh retardasi mental, autisme, gangguan fisik yang dapat terlihat, atau kurangnya kesempatan pendidikan.

·         Ganggguan perkembangan belajar

Kriteria gangguan perkembangan belajar
a.       Prestasi dalam bidang membaca, berhitung, atau menulis ekspresif di bawah tingkat yang diharapkan sesuai usia penderita, pendidikan dan intelegensi
b.      Sangat menghambat performa akademik atau ativitas sehari-hari.

Gangguan ini mencangkup tiga kategori yaitu:
a.       Gangguan membaca (disleksia), mengalami kesulitan besar untuk mengenali kata, memahami bacaan, dan menulis ejaan.
b.      Gangguan menulis ekspresif, gangguan menyusun kata tertulis, kesalahan ejaan, kesalahan tata bahasa atau tanda baca,  atau tulisan tangan yang sangat buruk.
c.       Gangguan menghitung, mengalami kesulitan dalam mengingat fakta-fakta secara cepat dan akurat, menghitung objek dengan benar dan cepat, atau mengurutkan angka-angka dalam kolom-kolom.

·         Gangguan komunikasi

a.       Dalam gangguan berbahasa ekspresif, anak mengalami kesulitan mengekspresikan dirinya dalam berbicara.
b.      Gangguan fonetik, ia mampu mengusai dan menggunakan pembandaharaan kata dalam jumlah besar, namun pengucapannya tidak jelas. Contah biru, diucapkan dengan biu.
c.       Gagap, gangguan kefasihan verbal yang ditandai oleh:
o   Seringnya pengulangan atau pemanjangan pengucapan konsonan atau vokal
o   Jeda yang lama antara pengucapan satu kata dengan kata berikutnya
o   Megganti kata-kata yang sulit diucapkan dengan kata-kata yang mudah diucapkan.

·         Gangguan keterampilan motorik

Disebut juga dengan gangguan koordinasi perkembangan yang disebabkan retardasi mental atau gangguan fisik lain seperti serebral palsi.

·         Etiologi disabilitas belajar

Etiologi disleksia, anak-anak yang mengalamai masalah membaca melihat huruf-huruf dalam posisi sebaliknya atau dalam citra cermin, melihat sebagai huruf lain. Sebagian besar anak membaca huruf secara terbalik ketika pertama kali belajar membaca, namun para individu disleksia sekalipun sangat jarang  melihat huruf secara terbalik setelah berusia 9 atau 10 tahun.

·         Penanganan disabilitas belajar

a.       Pendekatan edukasional, mencangkup mengidentifikasi dan menggunakan kekuatan kognitif anak seraya menghindari kelemahannya
b.      Menargetkan keterampilan belajar dan strategi organisasional
c.       Mengajarkan strategi instruksi diri secara verbal

·         Retardasi Mental

1.      Kriteria retardasi mental dalam DSM-IV-TR
a.       Fungsi intelektual yang secara signifikan berada di bawah rata-rata, IQ kurang dari  70
b.      Kurangnya fungsional sosial adaptif dalam minimal dalam dua bidang berikut:
o   Komunikasi
o   Mengurus diri sendiri
o   Kehidupan keluarga
o   Keterampilan interpersonal
o   Penggunaan sumber daya komunitas
o   Kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri
o   Keterampilan akademik fungsional
o   Rekreasi
o   Pekerjaan
o   Kesehatan dan keamanan
c.       Onset sebelum usia 18 tahun

2.      Fungsi adaptif, merajuk pada penguasaan keterampilan masa kanak-kanak seperti menggunakan toilet dan berpakaian, memahami konsep waktu luang dan uang, mampu mengguanakan peralatan, berbelanja dan melakukan perjalanan menggunakan transportasi umum, dan mengembangkan responsivitas sosial.

3.      Klasifikasi retardasi mental
a.       Retardasi mental ringan, IQ 50-55 hingga 70
b.      Retardasi mental sedang, IQ 35-40 hingga 50-55
c.       Retardasi mental berat, IQ 20-25 hingga 35-40
d.      Retardasi mental sangat berat, IQ di bawah 20-25

4.      Etiologi retardasi mental, penyebab spesifik yang dapat diidentifikasi umumnya adalah penyebab biologis.
5.      Intervensi kognitif, banyak anak yang mengalami retardasi mental tidak mampu menggunakan berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah dan bila mereka memilki strategi , mereka seringkali tidak menerapkannya secara efektif.
6.      Pencegahan dan penanganan retardasi mental
a.       Penganan residensial, memberikan layanan pendidikan dan layanan masyarakat bagi para individu tersebut dan bukan perawatan yang sangat bersifat pengawasan seperti di rumah-rumah sakit jiwa besar.
b.      Intervensi behavioral berbasis pengondisian Operant, disebut juga analisis perilaku terapan, juga digunakan untuk mengurangi perilaku yang tidak pada tempatnya dan perilaku mencedrai diri sendiri.

·         Gangguan Autistik

Karakteristik gangguan autistik (kriteria gangguan autistik dalam DSM-IV-TR)
1.      Enam atau lebih dari kriteria pada A, B, dan C di bawah ini, dengan minimal dua kriteria dari A dan masing-masing satu dari B dan C.
a.       Handaya dalam interaksi sosial yang terwujud dalam minimal dua dari krieria berikut:
1.      Hendaya yang tampak jelas dalam pengguanaan perilaku non verbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, bahasa tubuh
2.      Kelemahan dalam perkembangan hubungan dengan anak-anak sebaya sesuai dengan tahapan perkembangan
3.      Kurang melakukan hal-hal atau aktivitas bersama orang lain secara spontan
4.      Kurangnya ketimbal balikan sosial atau emosional
b.      Hendaya dalam komunikasi seperti terwujud dalam minimal satu dari kriteria berikut
o   Keterlambatan atau sangat kurangnya bahasa bicara tanpa upaya untuk menggantinya dengan gerakan nonverbal
o   Pada mereka yang cukup mampu bicara, hendaya yang tampak jelas dalam kemampuan untuk mengawali atau mempertahankan percakapan dengan orang lain.
o   Bahasa yang diulang-ulang atau indiosinkratik
o   Kurang bermain sesuai tahap perkembangannya
2.      Perilaku atau minat yang diulang-ulang atau stereotip, terwujud dalam minimal satu dari kriteria berikut ini
a.       Preokupasi yang tidak normal pada objek atau aktivitas tertentu
b.      Keterkaitan yang kaku pada ritual tertentu
c.       Tingkah laku stereotip
d.      Preokupasi yang tidak normal pada bagian tertentu dari suatu objek
e.       Keterlambatan atau keberfungsian abnormal dari minimal satu dari bidang berikut, berawal sebelum usia tiga tahun:
o   Interaksi sosial
o   Bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain
o   Permainan imajinatif
f.       Gangguan yang tidak dapat dijelaskan sebagai gangguan Rett atau gangguan disintegratif di masa kanak-kanak.

·         Etiologi gangguan autistik

1.      Basis psikologis
a.       Teori psikoanalisis, pada dasarnya autisme sangat mirip dengan apati dan keputusasaan yang dialami oleh para penghuni kamp-kamp konsentrasi jerman dalam perang dunia II karena itu sesuatu yang amat sangat merusak pasti telah terjadi di usia dini.
b.      Teori behavioral, bahwa pengalaman belajar tertentu di masa kanak-kanak dapat menyebabkan autisme.
c.       Evaluasi terhadap teori psikologis mengenai gangguan autistik, inti dari kedua teori di atas adalah peran penting dari orang tua. Beberapa artikel klinis terdahulu berpendapat bahwa orang tua anak-anak autistik tidak memiliki kehangatan, membuat jarak, tidak sensitif, pasif, dan apatetik
2.      Basis biologis
a.       Faktor genetik
b.      Faktor neurologis, gelombang otak abnormal



·         Penanganan gangguan autistik

1.      Penanganan behavioral, menggunakan modeling dan pengondisian operant. Para terapis perilaku mengajari anak–anak autistik untuk berbicara, mengubah bicara ekolalik mereka, mendorong mereka untuk bermain dengan anak lain dan membantu mereka secara umum lebih responsif kepada orang dewasa.
2.      Penanganan psikodinamika, bahwa atmosfer yang hangat dan penuh kasih sayang harus diciptakan untuk medorong si anak memasuki dunia.
3.      Penanganan dengan obat-obatan, seperti haloperidol (haldol).

GANGGUAN MASA TUA

A.    Usia Tua Dan Gangguan Otak

·         Demensia, Kepikunan

Merupakan kemunduran kemampuan intelektual hingga ke titik yang melemahkan fungsi sosial dan pekerjaan.
1.      Penyebab demensia, Penyakit alzheimer, diklasifikasiakan menjadi empat tipe;
a.       Perubahan fisiologis utama pada otak
b.      Demensia frontal-temporal, perubahan perilaku dan kepribadian yang ekstrem
c.       Demensia frontal subkortikal, demensia yang memengaruhi sirkuit dalam otak yang menjulur dari daerah subkortikal ke korteks.
d.      Penyebab lainnya yang tidak dapat disembuhkan. Ensafalitis, peradangan jaringan otak yang disebabkan virus yang masuk melalui sinus atau telinga, gigitan nyamuk, atau kutu.
2.      Penangana dimensia
a.       Penanganan alzheimer, dengan meningkatkan kadar neurotransmiter yang menghasilkan asetilkolin (bersifat biologis) untuk penanganan psikologis dapat dilakukan melalui suportif (dukungan) dari keluarga.
·         Delirium

Bahasa latin (de=dari/dari luar, lira=celah/jalur), kabur kesadaran yang menyebabkan ia sulit untuk terlibat dalam percakapan
1.      Kriteria delirium dalam DSM-IV-TR
a.       Gangguan kesadaran (berkurangnya kesadaran terhadap lingkungan dan sulit memusatkan perhatian)
b.      Suatu perubahan dalam kognisi seperti gangguan bicara tau gangguan perseptual yang tidak dapat dijelaskan dengan demensia
c.       Berkembang dengan cepat, seperti dalam beberapa jam atau hari, dan terjadi fluktuasi dalam suatu hari
d.      Bukti adanya kondisi medis yang menyebabkannya, seperti malnutrisi.
2.      Penyebab delirium
a.       Intoksikasi obat dan putus obat
b.      Ketidakseimbangan metabolisme dan nutrisi, seperti diabetes yang tidak terkendali dan disfungsi tiroid
c.       Infeksi atau demam
d.      Gangguan neurologis
e.       Stress karena perubahan lingkungan sekeliling
3.      Penanganan delirium, memeberikan pendidikan kepada keluarga penderita demensia untuk mengenali sintom-sintom delirium dan mengetahui bahwa gangguan tersebut dapat dipulihkan.

B.     Usia Lanjut Dan Gangguan Psikologis

·         Depresi

1.      Karakteristik depresi pada orang lanjut usia dan dewasa
a.       Rasa khawatir
b.      Rasa tidak berguna
c.       Sedih, pesimis, fatik
d.      Tidak dapat tidur
e.       Dan sulit mengerjakan segala sesuatu
2.      Penyebab depresi, penyakit fisik, obat-obat untuk menengani penyakit fisik bisa menyebabkan depresi, peristiwa hidup yang dialami, dan faktor sosial lain.
3.      Penanganan depresi
a.       menggunakan intervesi psikologis dan farmakologis
b.      terapi kognitif dan biblioterapi (memebaca buku-buku yang mamapu mengatasi masalah psikologis)
c.       psikoterapi interpersonal (IPT)
d.      terapi elektrokonvulsif, untuk pasien yang memberikan respon positif.

·         Gangguan anxietas

1.      Penyebab anxietas
a.       Kecemasan ketika memasuki usia tua
b.      Reaksi atas kekwatiran menderita sakit dan menjadi lemah
c.       Reaksi terhadap mengkonsumsi obet tertentu
d.      Hipolisemia dan anemia
e.       Gangguan endokrin
2.      Penanganan anxietas, penanganan secara psikologis, dan menghindari faktor pemicu seperti pemberian obat yang bisa menyebabkan kecemasan.

·         Gangguan delusional (paranoid)

1.      Penyebab gangguan delusional, kerusakan sensorik khususnya kerusakan pendengaran
2.      Penenganan gangguan delusional
a.       melalui pendekatan suportif dimana terapis memberikan pengertian empirik kepada pasien atas kekwatirannya.
b.      Menggunakan alat bantu pendengaran atau kacamata untuk meningkatkan kualitas mereka dalam melakukan hubungan sosial

·         Skizofrenia

Pada usia lanjut disebut parafrenia. Mencangkup halusinasi dan delusi paranoid yang lebih banyak.
1.      Penyebab, faktor kesendirian seringkali memicu skizofrenia tersebur, kesepian dan kurangnya interaksi sosial, faktor sosioekonomi serta genetik.
2.      Penanganan skizofrenia
a.       obat-obat antipsikotik
b.      hubungan terapeutik yang suporif
c.       intervensi terapi perilaku kognitif (CBT)

·         gangguan yang berkaitan dengan penggunaan zat

1.      penyalahgunaan dan ketergantungan alkohol
2.      penyalahgunaan obat-obat terlarang
3.      penyalahgunaan pengobatan, penyalahgunaan pengobatan, dengan sengaja atau tanpa sengaja dapat menjadi masalah serius di kalangan pasien berusia lanjut dan dapat menyebabkan delirium.

·         Hipokondriasis

Merupakan serangkaian masalah fisik. Diantaranya sakit pada kaki dan punggung, pncernaan yang buruk, sembelit, sesak nafas, dan kedinginan yang amat sangat.

·         Gangguan tidur (insomnia)

1.      Penyabab insomnia
a.       Perubahan yang sehubungan dengan penuaan
b.      Berbagai macam penyakit
c.       Obat-obatan
d.      Kafein
e.       Kecemasan, depresi
f.       Kurang beraktifitas
g.      Kebiasaan tidur yang buruk
2.      Apnea tidur, merupakan gangguan pernapasan dimana napas berulang kali terhenti selama beberapa detik hingga setengah menit ketika orang yang bersangkutan dalam keadaan tidur.
3.      Penanganan gangguan tidur
a.       Dengan obat, untuk jangka pendek
b.      Intervensi kognitif behavioral, efektif untuk jangka panjang



·         Bunuh diri

Ada beberapa faktor yang menyebabkan orang bunuh diri.
1.      Penyakit fisik yang serius dan kelemahan fungsional
2.      Penyakit psikiatrik
3.      Rasa putus asa
4.      Isolasi sosial
5.      Kehilangan orang-orang yang dicintai
6.      Kondisi keuangan yang buruk dan depresi.

·         Seksualitas dan penuaan

1.      Bertentangan dengan stereotip, banyak orang lanjut usia yang tetap aktif berhubungan seks. Berbagai studi mengindikasikan bahwa frekuensi aktivitas seksual dikalangan mereka yang berusia 70-an sama tingginya dengan mereka yang berusia paruh baya.

2.      Masalah yang berhubungan dengan usia, penyakit fisik dapat menghambat hubungan seksual pada orang lanjut usia, karena pada usia ini ia menderita lebih banyak penyakit kronis, potensi hambatan yang bersumber dari penyakit dan obat-obatan lebih besar.

3.      Penanganan disfungsi seksual, dengan membuat fakta-fakta mengenai seksualitas pada usia tua dapat diketahui masyarakat umum dan para profesional yang menangani kebutuhan kesehatan medis dan mental mereka. Dan meningkatkan kondisi fisik mereka.

C.    Penanganan Dan Perawatan Orang Lanjut Usia

·         Panti wreda
Merupkan sentra perawatan institusional bagi para lanjut usia yang menderita penyakit kronis parah dan gangguan mental

·         Tempat tinggal alternatif
Tempat tinggal dengan fasilitas asisten dan pelayanan setara denga hotel dan lebih berprivasi di banding panti wreda.

·         Perawatan berbasis komunitas, diantaranya layanan seperti:
1.      Pemastian melalui telepon
2.      Layanan rumah
3.      Kunjungan rumah
4.      Membantu berbelanja dan pekerjaan ringan
5.      Pusat lanjut usia
6.      Rumah penampungan
7.      Kunjungan rumah oleh para profesional kesehatan
8.      Kunjungan sosial rutin
9.      Layanan siang hari bagi orang dewasa, kesehatan dan sosial setting

D.    Isu Spesifik Dalam Terapi Bagi Orang Lanjut Usia

·         Isi terapi
1.      Distress emosional orang lansia merupakan reaksi realistis terhadap berbagai masalah dalam hidup
2.      Terapinya harus turut mempertimbangkan konteks sosial dimana mereka tinggal, sesuatu yang tidak dapat dilakukan hanya dengan membaca literatur profesional.
3.      Pemenuhan kebutuhan sosial yang berbeda dengan orang usia muda.

·         Proses terapi
1.      Meningkatkan kemandirian
2.      Meningkatkan keterampilan
3.      Penanganan pasien usia lanjut berhubungan dengan konsep analitis kontratransferensi.

ETIKA DALAM INTERVERENSI PSIKOLOGIS

A.    Hambatan Etika Dalam Penelitian

Pelanggaran etika yang paling berat ditunjukan dalam berbagai eksperimen brutal yang dilakukan oleh para dokter jerman terhadap para tawanan di kamp konsentrasi dalam perang dunia II. Salah satu contoh, meneliti berapa lama orang dapat bertahan hidup bila kepala mereka berulang kali dihantam dengan sebuah tongkat yang berat. Sekalipun jika informasi penting dapat diperoleh dalam eksperimen semacam itu, tindakan tersebut malnggar rasa kepantasan dan moralitas.

·         Pernyataan persetujuan

Peneliti harus memberi cukup informasi yang dapat membuat orang-orang menilai apakah mereka bersedia menanggung semua resiko dengan menjadi peserta. Para calon secara hukum harus mampu memberi persetujuan dan tidak boleh ada ketidakjujuran atau paksaan dalam memperoleh persetujuan tersebut.

·         Kerahasiaan dan komunikasi istimewa

Bila seorang individu berkonsultasi dengan dokter, psikiater atau psikolog klinis, ia dijamin oleh kode etik profesional, bahwa apa yang terjadi dalam sesi akan tetap dirahasiakan. Kerahasiaan berarti bahwa tidak ada satu hal pun yang akan diungkapkan kepada pihak ketiga, kecuali kepada profesional lain dan mereka yang terlibat erat dengan penangan seperti perawat atau sekretaris medis.

Walaupun demikian terdapat pembatasan penting dalam komunikasi istimewa,  dan hak ini dihapuskan dalam beberapa situasi berikut:
1.      Klien menuduh terapis melakukan malapraktik. Dalam kasus demikian, terapis dapat membuka informasi tentang terapi demi membela dirinya dalam setiap tindakan hukum yang dilakukan oleh klien.
2.      Klien berusia kurang dari 16 tahun dan terapis memiliki alasan untuk meyakini bahwa anak tersebut telah menjadi korban kejahatan seperti penganiayaan anak. Pada kenyataannya, psikolog diwajibkan untuk melaporkan ke polisi atau lembaga kesejahteraan anak dalam 36 jam sejak ia mencurigai terjadinyapenganiayaan fisik pada klien anak-anaknya, termasuk kecurigaan mengenai penganiayaan seksual.
3.      Klien menjalani terapi dengan harapan menghindari hukum karena melakukan tindak kejahatan atau berencana melakukannya.
4.      Terapi menilai bahwa klien berbahaya bagi dirinya sendiri atau orang lain dan jika pengungkapan informasi diperlukan untuk menghindari bahaya tersebut.

·         Siapakah klien atau pasien

Dalam terapi privat, bila sorang dewasa membayar seorang ahli klinis untuk membantunya mengatasi masalah pribadi yang sama sekali tidak berkaitan dengan sistem hukum, individu yang berkonsultasi tersebut jelas adalah klien. Namun bisa saja ahli klinis dibayar oleh keluarga seseorang untuk membantunya dalam menjalani persidangan komitmen sipil. Mungkin ahli klinis diperkerjakan oleh sebuah rumah sakit jiwa seagai staf tetap dan menangani pasien tertentu terkait masalah pengendalian implus-implus agresif.

·         Pilihan tujuan

Idealnya klienlah yang menetukan tujuan terapi, namun dalam praktiknya adalah naif untuk mengasumsikan bahwa beberapa tujuan tidak ditetapkan oleh terapis dan bahkan dapat bertentangan dengan keinginan klien.

·         Pilihan teknik

Tujuan tidak membenarkan cara, psinsip tersebut dianggap instrinsik bagi suatu masyarakat merdeka. Terdapat suatu kepedulian khusus mengenai etika memberikan rasa sakit untuk tujuan terapi.

B.     Dimensi Etika Dan Hukum Dalam Memori Yang Pulih

Menyatakan bahwa para terapis harus tetap netral ketika seorang pasien menuturkan tentang penganiayaan. Karena sintom-sintom tertentu, contohnya: menghindari kontak seksual, dapat memiliki banyak kemungkinan penyabab, menurut “APA” tidak etis untuk mengatribusikan sintom-sintom semacam itu pada memori tentang penganiayaan seksual pada masa kanak-kanak yang ditekan tanpa bukti yang menguatkan.
Sebuah diagnosis yang salah mengenai memori penganiayaan seksual yang direpres tidak hanya dapat membahayakan pasien, namun juga orang-orang yang oleh pasien dituduh telah mencabulinya bertahun-tahun yang lalu.

Tidak ada komentar: